Halaman

Kamis, 26 Desember 2013

Cerpen ^Berkahnya Sedekah^


“ BERKAHNYA SEDEKAH ”

            Ramadhania adalah gadis berusia 8 tahun, panggilan kesehariannya adalah Dhania. Dia gadis yang sangat imut, lucu, dan cantik sekali. Namun dia gadis yang kurang beruntung. Orang tuanya bermata pencaharian sebagai pekerja serabutan yang tidak mempunyai penghasilan yang tetap. Dhania duduk dibangku kelas 2 SD, dia termasuk anak yang baik, rajin, pintar, dan patuh serta selalu bersemangat untuk menuntut ilmu.

            Sepulang sekolah dia selalu mencari pekerjaan apa saja yang dia bisa, untuk membantu orang tuanya membayar biaya sekolah yang lama kelamaan nanti akan semakin mahal, apalagi Dhania bersekolah di SD Swasta.

“Bu aku berangkat sekolah dulu ya” suara mungilnya menghampiri ibunya yang sedang mengumpulkan cucian tetangga sembari tangan mungilnya itu mencium tangan ibunya.

“Iya, hati-hati di jalan ya Nia, belajarlah yang benar ya nak” jawab ibunya sembari mengelus kepala anaknya yang cantik itu.

“Iya, pasti ibu !” ujar Dhania penuh dengan semangat, seperti semangat 45.

Kaki kecilnya itu berjalan menyelusuri sawah yang becek, rawa-rawa yang gelap dan seram serta sungai yang sedang surut airnya dan banyak bebatuan di sana, sungguh besar sekali perjuangan keras gadis kecil itu untuk menuju sekolahnya.

            SD Semangat 45, adalah sekolah yang belum terjamah oleh pemerintah, Jauh dari perbaikan, atapnya saja terbuat dari kayu yang terlihat sudah reot sekali. Sekolah itu sangatlah tidak layak pakai dan saat musim hujanpun sekolah terpaksa untuk diliburkan, karena biasanya kelas-kelas nya bocor akan air hujan dan bisa juga sekolah roboh karena angin yang kencang.

            Di kelas Dhania adalah siswi yang sangat aktif dan cerdas serta pintar sekali,  tetapi dia agak pendiam, dia mendapatkan peringkat pertama di kelas semester pertama dan kenaikan kelas 2 kemaren
.

“Dhania, ikut ibu dulu nak ke kantor” ucap Bu Ineke.
“Iya bu” jawab Dhania.

 Tiba di ruang kantor guru, Dhania duduk dikursi yang sudah usang dan reot itu.
“Nak... ini surat untuk ibu mu, besok ibu mu menghadap ibu ya” ujar Bu Ineke pelan.
“Memangnya ada apa bu?” tanya Dhania polos.
“Kamu belum bayar SPP 5bln Nak” jawab Bu Ineke.
“Oh soal itu, baiklah bu, terimakasih” jawab Dhania sembari beranjak pergi dari ruangan itu.

            Waktu pulang sekolah pun tiba. Dhania segera menuju kamar mandi dan berganti pakaian untuk mencari pekerjaan hari ini. Lalu perlahan Dhania menuju pasar yang sudah biasa ia datangi tiap harinya. Itulah waktu yang di gemari oleh Dhania, karena saat inilah dia bisa sedikit demi sedikit membantu meringankan tanggungan kedua orang tuanya.

“Kasihan ibu dan ayah, aku harus membantu mereka. Harus itu” ucapnya dalam hati.

            Kali ini Dhania dengan semangat 45, bekerja membantu ibu-ibu yang membawa belanjaan banyak. Mengangkatnya atau menggendongnya sampai kemana ibu itu menginginkan belanjaannya di bawa. Tanpa mengenal lelah, sungguh gadis yang hebat. Meskipun umurnya masih 8 tahun, tetapi dia sudah kuat untuk melakukan semua itu.

“Ibu boleh saya bantu bawaannya?” tawar Dhania.
“Iya boleh nak”

            Hari itu tidak seperti biasanya Dhania hanya mendapatkan uang 20rb, karena sudah terlalu siang dia datang ke pasar nya, lalu ia segera pulang karena waktu yang sudah sangat sore. Diperjalanan pulang dia bertemu dengan kakek pengemis tua, dan dia merasa sangat kasihan pada pengemis itu. Pakaiannya sudah compang-camping dan sangat lusuh sekali.

“Kakek kelihatannya lemas sekali, apa kakek sakit?” tanya Dhania pada pengemis itu.

“Saya belum makan 3 hari ini nak, saya hanya minum air putih saja, itupun hanya 3  kali” jawab pengemis itu lemas sekali.

“Kalau begitu ini untuk kakek, lumayan untuk kakek makan dan beli minum” sembari menyerahkan uang 20rb yang tadi dia dapatkan dari hasil kerjanya tadi.

“Terimakasih nak, kau memang gadis kecil yang berhati mulia, semoga Allah selalu memberikan kecukupan untuk mu” ucap pengemis itu merasa terharu dengan sikap gadis mungil itu sambil menangis terisak-isak.

“Iya sama-sama kek, kalau begitu aku pulang dulu ya kek, kakek segeralah membeli makan dan minum yang cukup agar kakek selalu sehat” ucap Dhania dan beranjak meninggalkan emperan toko itu lalu ia pulang.

“Iya hati-hati ya nak”

“Iya kek” sembari tersenyum manis melihat kakek itu tersenyum untuknya dan menghapus air matanya.

“Subhanallah, jaman sekarang masih ada anak yang peduli dengan hamba seperti hambamu ini Ya Allah, semoga Engkau berikan anak itu hidup yang penuh berkah dan selalu kau lindungi dari mala petaka Ya Allah, Dan berikan berlipat ganda apa yang telah dia lakukan ke padaku tadi.” Ucap kakek pengemis itu sambil mengusap kedua tangannya ke mukanya.

Setibanya Dhania di rumah.
“Assalamualaikum...” dengan suara yang lucu itu ia membuka pintu rumah.
“Walaikumusalam, kamu dari mana saja Nia ?” tanya ibunya.

“Tadi aku bekerja membantu ibu-ibu di pasar membawakan belanjaannya bu, Ibu tidak marah kan ? karena Dhania pergi tanpa pamit Ibu.” jelas Dhania dengan wajah yang polos  imut itu.

“Ibu jelas engga akan marah, nak. Ya ampun nak, kamu engga usah bekerja lagi ya nak, tugas mu hanyalah belajar sekarang, menuntut ilmu untuk masa depan mu kelak. Biar hanya ibu dan ayah yang mencari uang untuk biaya sekolah mu sekarang dan ke depan nak” respon ibu Dhania sembari meneteskan air mata karena ia kagum dengan anaknya yang mau ikut bekerja demi kelangsungan sekolahnya itu.

“Ibu engga usah nangis, Nia engga apa-apa kok” tangan kecilnya itu mengusap air mata sang ibunda.

“Maafkan ibu dan ayah ya Nia ? Kami belum bisa membahagiakan mu seperti anak-anak yang lainnya. Dan Ibu Ayah belum bisa memberikan sesuatu yang berharga di matamu, nak. Sekarang lebih baik kamu mandi dulu lalu makan ya nak” sembari mencium pipi Chabinya itu.

“Aku tidak apa-apa ibu, tapi maaf juga ya ibu, hari ini aku engga bawa uang serupiah pun, uangnya aku kasih untuk kakek tua yang belum makan tadi, aku iba melihat kakek itu, serasa inget sama mbah kakung di desa ibu.” ucap polosnya Nia memeluk ibundanya.

“Kamu memang anak ibu yang sangat cantik dan baik, itu adalah hal yang mulia, kamu engga perlu minta maaf sama ibu, kamu sama sekali engga salah kok . Kamu malah menjadi yang terbaik di hati ibu” jawabnya bangga pada anaknya.

“Hemm,, ini surat untuk ibu dari bu guru, dan katanya besok ibu ke sekolah ku untuk menemui Bu Ineke guru ku” sembari mengeluarkan surat dari tas yang sudah robek kecil dibagian kanan dan kirinya itu dan sangat lusuh sekali.

“Baik, besok ibu akan ke sekolah mu ya nak”

Keesokan harinya Dhania berangkat sekolah ditemani ibundanya. Diperjalanan Dhania memberikan uang recehnya kepada setiap pengemis yang ia jumpai.

“Kamu memang peri kecil ibu nak, kamu peri di hati Ibu dan peri di semua hati pengemis itu” ucap ibunya dalam hati sembari tersenyum bangga.

Sesampainya mereka disekolah, Dhania langsung mengantarkan ibunya ke ruang guru untuk menemui Bu Ineke.
“Assalamualaikum bu..” ucap ibu Dhania.
“Walaikumusalam, silahkan duduk ibu..” jawab bu Ineke.

“Sebenarnya ada apa ya ibu menyuruh saya datang kemari, apakah Dhania nakal di sekolah bu?”

“ Bukan kok bu, Dhania anak yang pintar dan Cerdas tidak mungkin kalau dia melakukan kesalahan. Ini mengenai bayaran SPP, Nia belum membayarnya 5bln ini” jelas bu Ineke.

“Oh masalah itu ya bu, baik bu saya akan segara melunasinya, namun saya butuh waktu lima hari ke depan ini ya bu, agar saya bisa menyiapkan uang SPP nya” jawab ibu Dhania.

“Oke, baiklah kalau begitu ibu”

            Lalu ibu Dhania pun pulang, ia berfikir bagaimana caranya agar ia bisa membayarnya dalam jangka waktu yang seminggu ini. Berjalan perlahan dan dia menubruk Ibu muda dan kelihatannya kaya raya yang mengenakan pakaian berwarna biru laut dan jilbabnya yang menutupi auratnya,sungguh cantik sekali.

“Ma, ma, maaf bu, saya tidak sengaja” ucap ibu Dhania gugup.

“Ya tidak apa-apa bu, ibu mengapa melamun dikeramaian seperti ini?” tanya ibu Safira pelan dan lembut sambil memegang pundak Ibu Dhania.

“Tidak, saya hanya memikirkan anak saya saja bu”
“Memang anak ibu kenapa, sakit?”                                   

“Tidak bu, saya perlu biaya untuk sekolah anak saya yang cukup mahal”

“Kalau begitu ibu mau tidak menjadi pembantu di rumah saya, kebetulan saya sedang memerlukan pembantu bu, saya akan beri upah Rp 1.600.000,00 -,bulan? Bagaimana bu?” tawar ibu Safira pada ibu Dhania itu.

“I, i..iya saya mau bu, tapi saya butuh uang itu lima hari kedepan ini bu?” dengan wajah yang mulai berseri dan meredup kembali dan matanya yang berkaca-kaca di usapnya.

“Kamu tidak perlu khawatir untuk biaya anak kamu biar saya yang tanggung”

“Benar begitu bu?” rasa tak percaya menatap wajah bu Safira.

“Iya benar ibu” dengan tersenyum manis dan penuh rasa percaya bahwa ibu Dhania adalah seorang ibu yang jujur dan bertanggung jawab.

“Terimakasih ya bu, terimakasih banyak bu !” jawab ibu Dhania bahagia.

“Kalau begitu sekarang ibu ke rumah saya dan kalau bisa ibu mulai bekerja hari ini, Ibu mau kan ?” jelas bu Dhania.

“Iya bu saya mau sekali !” dengan nada yang penuh semangat.

“Alhamdulilah Ya Allah, kau berikan jalan untukku mendapatkan pekerjaan, untuk kebahagian dan masa depan anakku” Ucapnya dalam hati.

Dan akhirnya Dhania dapat bersekolah dengan nyaman dan menikmati masa kecilnya dengan wajar.

“Ini berkat anak ku juga, dia selalu bersedekah kepada sesama dan kini Allah memberikan balasan yang lebih dari yang anak ku keluarkan, keikhlasan adalah hal yang terpenting dalam bersedekah, Allah tidak pernah tidur dan Dia selalu mendengarkan curahan hati hambanya, terimakasih ya Allah atas segala karunia-Mu, kini ku rasakan betapa Indahnya dan Nikmatnya Bersedekah, sungguh sesuatu yang sangat lebih dan lebih dari yang aku inginkan”


            Bersedekah tidak akan membuat Kita merasa kekurangan melainkan sebaliknya. Mungkin uang yang buat kita itu kecil , siapa tahu sangat besar buat yang membutuhkannya. Tidaklah akan berkurang harta yang kita infaq/sedekahkan dengan ikhlas karena Allah, melainkan Allah akan menggantinya dengan berlipat ganda, Dan ingat Allah engga ngeliat besar kecilnya sedekah kita kok. Tetapi ngeliat seberapa besar keikhlasan kita .
Jadi mulailah dari dini untuk terus bersedekah... J


Karya ; Sulistyo Rahayu Ningrum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar