Halaman

Sabtu, 28 Desember 2013

Kisahku ^Eps.3^ LOS


Kisahku LOS

     Awal LOS, adalah hari yang menyenangkan. Aku bakal ketemu temen baru nih. Tapi mulai dari pendaftaran manual kemarin, aku udah ketemu temen seperjuangan loo. Namanya Riski Savira Mardiani, anaknya baik, cantik dan care banget. Dateng di sekolah, langsung on the way lapangan upacara. Dan kita berbaris sesuai jurusan masing-masing. Setelah itu kita dipandu kakak pembina masuk kelas sementara. Di kelas banyak hal yang kita lalui, mulai dari games, seru-seruan dan mengenal sekolah juga. Dan awal perkenalan itu juga aku jadi tahu nama dan asal temen-temen semua, dan kebanyakan mereka dari luar kota. Ya jelaslah, soalnya peminatnya memang anak-anak dari luar kota.

     Setelah perkenalan, kita memilih ketua kelas. Dan aku sempat jadi kandidat, tetapi enggak terpilih. No problem for me!. Jadi yang terpilih itu namanya “Sudidit Cahyo Putro” anak asal Lamongan. Aku juga belum bagitu kenal dan tahu jelas bagaimana sifat dan pribadnya . 3 hari telah kita lalui dengan seru-seruan dan di upacara penutupan, yang paling berkesan adalah Kepala Sekolah ku menerbangkan ratusan balon ke langit tandanya kita semua sudah resmi menjadi muris sekolah ini. Horeee seneng deh (;

Tunggu Episode selanjutnya yaaa!!

By ; Sulistyo Rahayu Ningrum

Puisi Karyaku ^SRN^ Idolaku



IDOLAKU
Karya Sulistyo Rahayu Ningrum

Engkau selalu mengawali segalanya...
Tanpa adanya kau, semua tak akan berjalan lancar
Kau telah hidup beratus-ratus tahun lamanya
Banyak insan mengenalmu
Kau bagaikan primadona bagi mereka

Kuning coklat adalah kesukaanmu
Badanmu bulat bagaikan konde ibu-ibu
Penampangmu tertata rapi seakan itu batu nisan
Sungguh kau membuatku terlena oleh kecantikan parasmu dan kemolekan tubuhmu

Ketika kau dimainkan membuat kalbuku tenang dan nyaman
Alunanmu nyaring di dengar, seiring menyejukkan hati
Iramamu lembut berdengung keras, juh berbeda dengan sanak saudaramu


Dentuman suaramu mengalahkan hiruk pikuk di luaran sana
Insan dunia yang mendengarmu, seakan mereka terbang melayang di angkasa
Karna suaramu yang merdu membuat kalbu damai
Ketika ketukan beriramamu di setiap bait lagu terdengar,
Semua rasa gelisah, galau dan gundah seakan sirna dari pikiranku

Kau belahan jiwa dari sanak dan kawan-kawanmu
Tiada kau, kawanmu tak akan beralun merdu
Kau bagaikan awan tanpa hujan
Tanpa pengiring kau tak bisa mengalunkan lagu yang indah

Semua selalu melengkapi
Untuk terciptanya kerhamonisan
Munculnya keindahan lagu
Dan kenyamanan kalbu

Aku mendengarmu seakan tersayat-sayat oleh lantunan lagu yang kau bawakan
Saat ini aku tergila-gila padamu
Kau telah mencuri perhatianku
Membuat pikiranku tak ingin jauh dengan dirimu
Kata kunci ; Bonang Barung
Alat ini biasanya adalah perangkat di dalam sebuah set gamelan.
Ini nih gambarnya 











Puisi Karyaku ^SRN^ Hutan


Hutan

Karya Sulistyo Rahayu Ningrum

Pohon kini enggan tumbuh

Karena hutan itu sekarang gersang

Hutan yang sekarang mengguyur tak selebat dulu lagi

Tidak ada resapan air yang tersisa



Kita lihat asal mula hutan yang dulu

Dulu hutan sejuk, nyaman, indah, asri, dan tak terusik

Ketamakanlah yang menjadi biang keladi

Di babadnya pohon-pohon itu

Untuk diambil kayunya dan sebagian dpohon di bakar



Mungkin si pohon telah bosan dan jenuh dengan semua ini

Sungguh tega yang telah membuat hutan rusak

Sungguh kejam...

Apakah mereka tak berfikir?

Bagaimanakah nasib anak cucu mereka?

Kini manusiamerayu-rayu si pohon agar tumbuh seperti dulu lagi

Menanam-nanamnya di setiap penjuru hutan

Merawat dan menjaga pohon-pohon itu

Namun sampai hari ini si pohon masih juga enggan tumbuh kembali.


Jumat, 27 Desember 2013

Cerpen Halusnya Pekerjaan Petani

HALUSNYA PEKERJAAN PETANI

Karya Sulistyo Rahayu Ningrum



Udara di pagi hari terasa sejuk, aku melihat hamparan sawah sangat asik dan menyenangkan. Rumahku tidak jauh dari sawah. Sehingga, jika aku ingin pergi ke sawah, tidaklah menghabiskan tenaga banyak. Pagi-pagi sekali, rasanya aku ingin sekali pergi kesawah yang berjejeran banyak sekali di desa sebelah rumahku. Melihat suasana sawah yang membuat hati tenang, sebelum aku pergi mengunjungi petani di sawah, tidak lupa aku membawa bekal makan siang untuk makan aku di sawah nanti dengan para petani.

Aku ingin sekali membantu meringankan beban para petani, dan aku ingin sekali merasakan menjadi seorang petani yang sudah susah payah merawat padi untuk kelangsungan hidupku juga . Sedangkan aku melihat banyak para petani yang sudah terlebih dahulu berangkat dengan menuntun traktornya.
“Tiba di sawah Pak petani langsung bercocok tanam. Sebelum di bajak terlebih dahulu Pak tani mencangkul tanah tersebut supaya memudahkan pembajakan, kegunaan membajak sawah adalah supaya tanahnya gembur dan mudah di garab.” Itulah sedikit ilmu yang aku ketahui tentang bercocok tanam di sawah.

  Di saat semua pada mengerjakan pekerjaannya masing-masing aku pun menghampiri mereka...
“Permisi Pak, selamat pagi.” Ucapku sambil tersenyum kepada mereka.
“Pagi adek , ada yang bisa bapak bantu.” Salah satu Pak tani menjawab .
“Perkenalkan nama saya Ramadhania, bisa di panggil Dhania , saya adalah anak dari desa sebelah .” Aku memperkenalkan diri.
“Pak bolehkah saya membantu bapak dalam bercocok tanam ini, saya ingin merasakan menjadi seorang petani.” Lanjutku dengan suara agak keras dan lugas.
“Perkenalkan nama bapak Agus Soeherman. Yang benar adek mau belajar menjadi petani? Apakah adek tidak jijik, kalau saja adek harus ikut dengan pekerjaan bapak ini, kan adek juga harus masuk ke dalam lumpur yang sangat kotor ?.”
“Benar dong pak. Buat apa saya jauh-jauh dari desa sebelah, kesini kalau tidak untuk belajar menjadi seorang petani. Kalau masalah jijik dan kotor, itu mah tidak masalah pak, Nah maka dari itu saya ingin merasakannya. Bagaimana rasanya menjadi petani dan bagaimana juga cara untuk menghasilkan padi dan menjadi nasi yang tiap hari saya makan pak !”. Menceloteh dengan sedikit ketus.
“Ya sudah kalau memang itu kemauan adek. Mari turun mengikuti bapak mengerjakan pekerjaan ini.” Sambil mengulurkan tangannya ke padaku.

Di samping aku melepas sepatuku dan turun ke dalam sawah yang di penuhi lumpur yang sangat kotor . Ku lihat Bu Anik istri pak Agus memilih-milih bibit padi yang bagus dan siap di tanam pada lahan yang sudah di bajak oleh Pak Agus . Sedang kan tugas pertamaku adalah menanam padi yang sudah di pilih Ibu tadi, kemudian aku menaburi pupuk sedikit demi sedikit. Dan yang terakhir menyemprotkan obat tanaman agar hasil tanamannya bagus dan menghasilkan beras yang berkualitas tinggi.

Sungguh betapa senangnya hatiku bisa membantu meringankan pekerjaan Petani ini, ternyata menanam padi sangatlah mudah dan menyenangkan, tetapi dari semua pekerjaan yang aku coba tadi , banyak sih yang kurang sesuai dengan yang di inginkan. Tetapi alhamdulilahnya ada Pak Agus yang selalu menuturi dan memberi intruksi ketika aku melakukan kesalahan.

Sambil menanam padi aku bermain lumpur sawah dan mengibas-ngibaskan bajuku yang basah terkena air lumpur sawah, Ibu dan Bapak cuma tersenyum melihatku.

Matahari sudah diatas kepala, dan udara sudah terasa panas, aku mengambil Capeng (jawa:penutup kepala) milik Ibu Anik sebagai penutup kepala. Tidak lama kemudian ibu menyusul menanam padi di sampingku.

Ibu berkata pada Ku, ” Nak apa kamu tidak capek ” ??????
“ Capek sih Buuu ” jawab Ku.
“ Ya sudah. Kamu istirahat dulu sana di gubuk. ” perintah Ibu.
“ Nanti sajalah Bu, saya istirahatnya bersama-sama saja sekalian makan siang dan sholat duhur.”

Beberapa jam kemudian terdengar suara Azan sudah di kumandangkan. Aku, Bapak ,dan Ibu Tani membersihkan diri berwudu di sungai yang tidak jauh dari gubuk. Setelah itu kami berjama’ah sholat duhur di gubuk yang kecil cukup untuk istirahat petani yang ada di sawah dan gubuknya terletak di tengah-tengah bentangan sawah yang luas.
Setelah selesai sholat aku menyiapkan makan siang untuk kami dan ternyata Ibu juga membawa bekal.
“ Ee’mm, enaknya makan dengan lauk ikan teri, sayur bening, di tambah sambel goreng sebagai penyemangat makan.” kataKu. Apa lagi makan di tengah – tengah hamparan sawah yang hijau, ee’mmm tambah nikmat rasanya.

Kami makam, sambil memandang sawah yang baru selesai di garab. Selesai makan kami melanjutkan pekerjaan seperti semula.Terik matahari semakin terasa panas. Tapi aku tetap semangat dalam membantu ibu dan bapak tani ini untuk melanjutkan pekerjaan. Supaya pekerjaan mereka cepat terselesaikan, beberapa saat kemudian pekerjaan mereka terselesaikan.

Pak Agus dan Bu Anik terasa puas setelah semua pekerjaan terselesaikan. Lingsir matahari terlihat condong dari sebelah barat, itu menandakan kami harus segera berkemas-kemas untuk pulang kerumah. Akupun terasa puas bisa membantu pekerjaan kedua Pak tani ini.
Hari semakin sore, aku pun berpamitan dan mengucapkan terima kasih banyak pada mereka berdua. Mereka pun sedikit memberikan bekal nasehat untukku.
“Terima kasih pak Agus dan bu Anik, Dhania sudah di terima tadi menjadi petani sementara disini , dan sedikit demi sedikit membantu pekerjaan bapak dan ibu , tapi maaf kalau tadi mungkin saya banyak melakukan kesalahan.”
“Bapak dan ibu juga berterima kasih banyak juga, karena dek Dhania hari ini telah membuat pekerjaan kami terselesaikan dengan baik sebelum batas waktunya. Selama tadi adek membantu kami memang banyak lah kesalahan tetapi apa salahnya kalau adek salah, kan juga adek baru belajar menjadi seorang petani.Bapak juga engga akan marah.”
“Wah makasih buanyak deh pak untuk seharian yang berkesan ini. Oh ya, apakah sekarang saya bisa mendapat gelar seorang petani pak ?.”

Mereka pun tertawa mendengar pertanyaanku barusan .
“Kamu itu memang lucu. Semua orang baik itu kecil,remaja maupun dewasa bisa menjadi seorang petani hebat, kalau mereka sungguh-sungguh dan ingin bekerja keras demi apa yang dia inginkannya kelak, sama hal nya dengan dek Dhania. Meskipun banyak kesalahan, tetapi dari kesalahan itu adek bisa belajar dengan benar bagaimana cara sesungguhnya dan akhirnya bisa toh.” Jelas Pak Agus.
“Dan kalau memang dek Dhania ingin bisa dan berhasil itu semua harus hasil dari diri kita sendiri, caranya dengan belajar dan terus belajar. Mempelajari dari apa yang belum kita bisa, terus mencari tahu sesuatu hal yang belum kita ketahui, dan ingat kita harus menjadi orang yang selalu ingin tahu dalam segala bidang, bukan berarti kita harus mengingin tahui privacy atau kepribadian orang.” Lanjut Bu Anik.
“Iya Pak,Bu. Makasih nasehatnya. Pasti saya akan terapkan semuanya dalam keseharian saya . Saya engga akan lupa dengan semua nasehat tadi.” Jawab ku.
“Jadi kalau saya mau kesini lagi dan belajar lebih mendalam lagi tentang pertanian , pasti boleh kan Pak Bu ??.” Pinta aku.
“Sangat boleh dek, apalagi rumah adek dekat. Pasti kami berdua aka selalu menerima kedatangan adek untuk belajar dengan kami lagi di sini.” Jawab mereka berdua dengan tersenyum senang.
“ Baiklah pak bu, saya mau permisi pulang dulu, karena sudah mau menjelang magrib.”
“Iya , hati-hati di jalan ya.” Sambil melambai-lambaikan tangan mereka padaku.

Membantu seseorang itu sesuatu hal yang menyenangkan. Contohnya membantu petani dalam mengerjakan pekerjaannya sebagai Pak Tani. Mungkin bagi sebagaian remaja jaman sekarang pekerjaan seperti ini adalah pekerjaan yang membosankan dan jadul. Padahal jauh sekali dari perkiraan mereka, malahan bukan hanya kesenangan yang di dapat tetapi ilmu bercocok tanam pun di peroleh. Mungkin memang perlu ketelatenan, tapi kalau memag kita sungguh ingin bisa pasti ketelatenan itu akan kita dapat.

Dan menurutku pekerjaan seperti ini adalah pekerjaan yang halus, yang hanya mengeluarkan sedikit air keringat, tetapi akan kembali segar lagi apabila semua pekerjaan terselesaikan.
Dan jika orang lain bisa, maka kita pun juga pasti bisa dan harus bisa ! Kuncinya BUKAN pada kepandaian, namun pada niat dan tekad untuk mau berhasil serta strategi yang kita terapkan dalam mengerjakan apapun.

End~



Kamis, 26 Desember 2013

Cerpen ^Berkahnya Sedekah^


“ BERKAHNYA SEDEKAH ”

            Ramadhania adalah gadis berusia 8 tahun, panggilan kesehariannya adalah Dhania. Dia gadis yang sangat imut, lucu, dan cantik sekali. Namun dia gadis yang kurang beruntung. Orang tuanya bermata pencaharian sebagai pekerja serabutan yang tidak mempunyai penghasilan yang tetap. Dhania duduk dibangku kelas 2 SD, dia termasuk anak yang baik, rajin, pintar, dan patuh serta selalu bersemangat untuk menuntut ilmu.

            Sepulang sekolah dia selalu mencari pekerjaan apa saja yang dia bisa, untuk membantu orang tuanya membayar biaya sekolah yang lama kelamaan nanti akan semakin mahal, apalagi Dhania bersekolah di SD Swasta.

“Bu aku berangkat sekolah dulu ya” suara mungilnya menghampiri ibunya yang sedang mengumpulkan cucian tetangga sembari tangan mungilnya itu mencium tangan ibunya.

“Iya, hati-hati di jalan ya Nia, belajarlah yang benar ya nak” jawab ibunya sembari mengelus kepala anaknya yang cantik itu.

“Iya, pasti ibu !” ujar Dhania penuh dengan semangat, seperti semangat 45.

Kaki kecilnya itu berjalan menyelusuri sawah yang becek, rawa-rawa yang gelap dan seram serta sungai yang sedang surut airnya dan banyak bebatuan di sana, sungguh besar sekali perjuangan keras gadis kecil itu untuk menuju sekolahnya.

            SD Semangat 45, adalah sekolah yang belum terjamah oleh pemerintah, Jauh dari perbaikan, atapnya saja terbuat dari kayu yang terlihat sudah reot sekali. Sekolah itu sangatlah tidak layak pakai dan saat musim hujanpun sekolah terpaksa untuk diliburkan, karena biasanya kelas-kelas nya bocor akan air hujan dan bisa juga sekolah roboh karena angin yang kencang.

            Di kelas Dhania adalah siswi yang sangat aktif dan cerdas serta pintar sekali,  tetapi dia agak pendiam, dia mendapatkan peringkat pertama di kelas semester pertama dan kenaikan kelas 2 kemaren
.

“Dhania, ikut ibu dulu nak ke kantor” ucap Bu Ineke.
“Iya bu” jawab Dhania.

 Tiba di ruang kantor guru, Dhania duduk dikursi yang sudah usang dan reot itu.
“Nak... ini surat untuk ibu mu, besok ibu mu menghadap ibu ya” ujar Bu Ineke pelan.
“Memangnya ada apa bu?” tanya Dhania polos.
“Kamu belum bayar SPP 5bln Nak” jawab Bu Ineke.
“Oh soal itu, baiklah bu, terimakasih” jawab Dhania sembari beranjak pergi dari ruangan itu.

            Waktu pulang sekolah pun tiba. Dhania segera menuju kamar mandi dan berganti pakaian untuk mencari pekerjaan hari ini. Lalu perlahan Dhania menuju pasar yang sudah biasa ia datangi tiap harinya. Itulah waktu yang di gemari oleh Dhania, karena saat inilah dia bisa sedikit demi sedikit membantu meringankan tanggungan kedua orang tuanya.

“Kasihan ibu dan ayah, aku harus membantu mereka. Harus itu” ucapnya dalam hati.

            Kali ini Dhania dengan semangat 45, bekerja membantu ibu-ibu yang membawa belanjaan banyak. Mengangkatnya atau menggendongnya sampai kemana ibu itu menginginkan belanjaannya di bawa. Tanpa mengenal lelah, sungguh gadis yang hebat. Meskipun umurnya masih 8 tahun, tetapi dia sudah kuat untuk melakukan semua itu.

“Ibu boleh saya bantu bawaannya?” tawar Dhania.
“Iya boleh nak”

            Hari itu tidak seperti biasanya Dhania hanya mendapatkan uang 20rb, karena sudah terlalu siang dia datang ke pasar nya, lalu ia segera pulang karena waktu yang sudah sangat sore. Diperjalanan pulang dia bertemu dengan kakek pengemis tua, dan dia merasa sangat kasihan pada pengemis itu. Pakaiannya sudah compang-camping dan sangat lusuh sekali.

“Kakek kelihatannya lemas sekali, apa kakek sakit?” tanya Dhania pada pengemis itu.

“Saya belum makan 3 hari ini nak, saya hanya minum air putih saja, itupun hanya 3  kali” jawab pengemis itu lemas sekali.

“Kalau begitu ini untuk kakek, lumayan untuk kakek makan dan beli minum” sembari menyerahkan uang 20rb yang tadi dia dapatkan dari hasil kerjanya tadi.

“Terimakasih nak, kau memang gadis kecil yang berhati mulia, semoga Allah selalu memberikan kecukupan untuk mu” ucap pengemis itu merasa terharu dengan sikap gadis mungil itu sambil menangis terisak-isak.

“Iya sama-sama kek, kalau begitu aku pulang dulu ya kek, kakek segeralah membeli makan dan minum yang cukup agar kakek selalu sehat” ucap Dhania dan beranjak meninggalkan emperan toko itu lalu ia pulang.

“Iya hati-hati ya nak”

“Iya kek” sembari tersenyum manis melihat kakek itu tersenyum untuknya dan menghapus air matanya.

“Subhanallah, jaman sekarang masih ada anak yang peduli dengan hamba seperti hambamu ini Ya Allah, semoga Engkau berikan anak itu hidup yang penuh berkah dan selalu kau lindungi dari mala petaka Ya Allah, Dan berikan berlipat ganda apa yang telah dia lakukan ke padaku tadi.” Ucap kakek pengemis itu sambil mengusap kedua tangannya ke mukanya.

Setibanya Dhania di rumah.
“Assalamualaikum...” dengan suara yang lucu itu ia membuka pintu rumah.
“Walaikumusalam, kamu dari mana saja Nia ?” tanya ibunya.

“Tadi aku bekerja membantu ibu-ibu di pasar membawakan belanjaannya bu, Ibu tidak marah kan ? karena Dhania pergi tanpa pamit Ibu.” jelas Dhania dengan wajah yang polos  imut itu.

“Ibu jelas engga akan marah, nak. Ya ampun nak, kamu engga usah bekerja lagi ya nak, tugas mu hanyalah belajar sekarang, menuntut ilmu untuk masa depan mu kelak. Biar hanya ibu dan ayah yang mencari uang untuk biaya sekolah mu sekarang dan ke depan nak” respon ibu Dhania sembari meneteskan air mata karena ia kagum dengan anaknya yang mau ikut bekerja demi kelangsungan sekolahnya itu.

“Ibu engga usah nangis, Nia engga apa-apa kok” tangan kecilnya itu mengusap air mata sang ibunda.

“Maafkan ibu dan ayah ya Nia ? Kami belum bisa membahagiakan mu seperti anak-anak yang lainnya. Dan Ibu Ayah belum bisa memberikan sesuatu yang berharga di matamu, nak. Sekarang lebih baik kamu mandi dulu lalu makan ya nak” sembari mencium pipi Chabinya itu.

“Aku tidak apa-apa ibu, tapi maaf juga ya ibu, hari ini aku engga bawa uang serupiah pun, uangnya aku kasih untuk kakek tua yang belum makan tadi, aku iba melihat kakek itu, serasa inget sama mbah kakung di desa ibu.” ucap polosnya Nia memeluk ibundanya.

“Kamu memang anak ibu yang sangat cantik dan baik, itu adalah hal yang mulia, kamu engga perlu minta maaf sama ibu, kamu sama sekali engga salah kok . Kamu malah menjadi yang terbaik di hati ibu” jawabnya bangga pada anaknya.

“Hemm,, ini surat untuk ibu dari bu guru, dan katanya besok ibu ke sekolah ku untuk menemui Bu Ineke guru ku” sembari mengeluarkan surat dari tas yang sudah robek kecil dibagian kanan dan kirinya itu dan sangat lusuh sekali.

“Baik, besok ibu akan ke sekolah mu ya nak”

Keesokan harinya Dhania berangkat sekolah ditemani ibundanya. Diperjalanan Dhania memberikan uang recehnya kepada setiap pengemis yang ia jumpai.

“Kamu memang peri kecil ibu nak, kamu peri di hati Ibu dan peri di semua hati pengemis itu” ucap ibunya dalam hati sembari tersenyum bangga.

Sesampainya mereka disekolah, Dhania langsung mengantarkan ibunya ke ruang guru untuk menemui Bu Ineke.
“Assalamualaikum bu..” ucap ibu Dhania.
“Walaikumusalam, silahkan duduk ibu..” jawab bu Ineke.

“Sebenarnya ada apa ya ibu menyuruh saya datang kemari, apakah Dhania nakal di sekolah bu?”

“ Bukan kok bu, Dhania anak yang pintar dan Cerdas tidak mungkin kalau dia melakukan kesalahan. Ini mengenai bayaran SPP, Nia belum membayarnya 5bln ini” jelas bu Ineke.

“Oh masalah itu ya bu, baik bu saya akan segara melunasinya, namun saya butuh waktu lima hari ke depan ini ya bu, agar saya bisa menyiapkan uang SPP nya” jawab ibu Dhania.

“Oke, baiklah kalau begitu ibu”

            Lalu ibu Dhania pun pulang, ia berfikir bagaimana caranya agar ia bisa membayarnya dalam jangka waktu yang seminggu ini. Berjalan perlahan dan dia menubruk Ibu muda dan kelihatannya kaya raya yang mengenakan pakaian berwarna biru laut dan jilbabnya yang menutupi auratnya,sungguh cantik sekali.

“Ma, ma, maaf bu, saya tidak sengaja” ucap ibu Dhania gugup.

“Ya tidak apa-apa bu, ibu mengapa melamun dikeramaian seperti ini?” tanya ibu Safira pelan dan lembut sambil memegang pundak Ibu Dhania.

“Tidak, saya hanya memikirkan anak saya saja bu”
“Memang anak ibu kenapa, sakit?”                                   

“Tidak bu, saya perlu biaya untuk sekolah anak saya yang cukup mahal”

“Kalau begitu ibu mau tidak menjadi pembantu di rumah saya, kebetulan saya sedang memerlukan pembantu bu, saya akan beri upah Rp 1.600.000,00 -,bulan? Bagaimana bu?” tawar ibu Safira pada ibu Dhania itu.

“I, i..iya saya mau bu, tapi saya butuh uang itu lima hari kedepan ini bu?” dengan wajah yang mulai berseri dan meredup kembali dan matanya yang berkaca-kaca di usapnya.

“Kamu tidak perlu khawatir untuk biaya anak kamu biar saya yang tanggung”

“Benar begitu bu?” rasa tak percaya menatap wajah bu Safira.

“Iya benar ibu” dengan tersenyum manis dan penuh rasa percaya bahwa ibu Dhania adalah seorang ibu yang jujur dan bertanggung jawab.

“Terimakasih ya bu, terimakasih banyak bu !” jawab ibu Dhania bahagia.

“Kalau begitu sekarang ibu ke rumah saya dan kalau bisa ibu mulai bekerja hari ini, Ibu mau kan ?” jelas bu Dhania.

“Iya bu saya mau sekali !” dengan nada yang penuh semangat.

“Alhamdulilah Ya Allah, kau berikan jalan untukku mendapatkan pekerjaan, untuk kebahagian dan masa depan anakku” Ucapnya dalam hati.

Dan akhirnya Dhania dapat bersekolah dengan nyaman dan menikmati masa kecilnya dengan wajar.

“Ini berkat anak ku juga, dia selalu bersedekah kepada sesama dan kini Allah memberikan balasan yang lebih dari yang anak ku keluarkan, keikhlasan adalah hal yang terpenting dalam bersedekah, Allah tidak pernah tidur dan Dia selalu mendengarkan curahan hati hambanya, terimakasih ya Allah atas segala karunia-Mu, kini ku rasakan betapa Indahnya dan Nikmatnya Bersedekah, sungguh sesuatu yang sangat lebih dan lebih dari yang aku inginkan”


            Bersedekah tidak akan membuat Kita merasa kekurangan melainkan sebaliknya. Mungkin uang yang buat kita itu kecil , siapa tahu sangat besar buat yang membutuhkannya. Tidaklah akan berkurang harta yang kita infaq/sedekahkan dengan ikhlas karena Allah, melainkan Allah akan menggantinya dengan berlipat ganda, Dan ingat Allah engga ngeliat besar kecilnya sedekah kita kok. Tetapi ngeliat seberapa besar keikhlasan kita .
Jadi mulailah dari dini untuk terus bersedekah... J


Karya ; Sulistyo Rahayu Ningrum

16 Tenses dalam Bahasa Inggris

Anekdot Tugas Sekolahku

 Ini sebenarnya sih tugas sekolah, tetapi aku ingin berbagi tentang contoh anekdot dan struktur-struktur nya juga. Ini tuh tugas kelompok, tetapi aku pengen share biar tambah pengalaman pembuatan anekdot ini (;


Protol Makin Asyik

          Tiga bersaudara (Rizal, Danni, Ferdian) sedang berjalan menuju gerbang sekolah setelah semua jam pelajaran sudah berakhir. Ketika sesampainya di depan pintu gerbang sekolah, mereka melihat 2 anak kecil sekitar umur 6 tahun sedang bersepeda. Tiba-tiba terdengar suara “Braaaakk”. Ternyata kedua anak kecil itu terjatuh tanpa sebab.

Ferdian                  : “Loh . . . !.” (Dengan ekspresi wajah kaget)
Rizal                      : “Jangan pada diam semua...! Ayo di bantu....!”
Lalu mereka bertiga bergegas menuju ke dua anak kecil yang terjatuh tersebut.
Ferdian                  : “Kamu tidak apa-apa dek ?.” (Sambil membantu berdiri
                               kedua anak kecil tersebut)

          Ketika Ferdian membantu berdiri kedua anak kecil tersebut dan Danni mendirikan sepeda anak kecil tersebut, tiba-tiba terdengar suara “Briianngg” dan suara tersebut adalah berasal dari sepeda anak kecil itu yang patah menjadi tiga bagian ketika didirikan oleh  Danni.
Melihat kejadian tersebut,         
    
Danni               : “Loh......! Kok patah..? Jadi tiga lagi !.” (Sambil
                       berbisik kepada Rizal)
Rizal dan Ferdian   : “Heeeemmm.....” (Menahan ketawa)
Rizal                      : “Dek.... sepeda kamu luar biasa...!.”
Ferdian                 : “Iya...! Jatuh seperti itu bisa patah semua...!.”
Salah satu dari anak kecil tersebut pun menjawab dengan polosnya.
Anak kecil 1              : “Aku sendiri juga tidak tahu kak.” (Menahan tangis)

       Akhirnya Rizal, Danni dan Ferdian mengantar anak tersebut beserta sepeda nya yang patah menjadi tiga kerumahnya dengan menahan tawa disepanjang jalan pulang ke rumah anak kecil tersebut.
Keterangan Warna:
Warna  Merah   : Abstrak
Warna   Biru     : Orientasi
Warna  Pink      : Crisis
Warna   Orange : Reaksi
Warna Ungu      : Coda


Disusun oleh 
  1. Sulistyo Rahayu Ningrum
  2. Riski Savira Mardiani
  3. Rafaela Sri Kartika Nanda
  4. Nur ani Yulita
  5. Siwi Wahyu Anggraini
  6. Yessy Ferynna Ayunda Devi
  7. Tiara Sari

Makasih yaa, yang udah sempet-sempetin baca ini anekdot. Mohon saran dan Kritikannya ya. Tinggalkan komentar yaau.